Direksi dan komisaris memegang peranan vital dalam struktur manajemen perusahaan. Dalam kerangka hukum korporasi, keduanya memiliki tanggung jawab yang melekat sesuai fungsi masing-masing. Direksi bertugas menjalankan operasional dan pengambilan keputusan sehari-hari, sedangkan komisaris berperan dalam fungsi pengawasan dan pemberian nasihat terhadap kebijakan yang dijalankan oleh direksi.
Tanggung jawab hukum yang dibebankan kepada direksi sangat jelas diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 97 menegaskan bahwa direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perusahaan, dan bila terjadi kelalaian yang menyebabkan kerugian, maka dapat dimintai pertanggungjawaban pribadi. Hal ini menunjukkan pentingnya prinsip kehati-hatian (duty of care) dalam setiap tindakan direksi.
Sementara itu, komisaris juga tidak lepas dari tanggung jawab hukum. Pasal 114 menyebutkan bahwa komisaris dapat dimintai pertanggungjawaban apabila kelalaiannya dalam melakukan pengawasan menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Artinya, peran komisaris tidak sekadar simbolis, tetapi merupakan fungsi pengawasan aktif dan berkelanjutan.
Tanggung jawab keduanya juga mencakup aspek integritas dan loyalitas terhadap kepentingan perseroan, bukan kepentingan pribadi atau pihak ketiga. Hal ini menjadi dasar penerapan prinsip fiduciary duty. Dalam praktiknya, pengambilan keputusan yang tidak transparan, adanya konflik kepentingan, atau penyalahgunaan informasi dapat berujung pada gugatan hukum.
Dalam konteks governance modern, transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci. Direksi dan komisaris perlu menyusun laporan berkala, menghadiri rapat umum pemegang saham (RUPS), serta menjalin komunikasi yang sehat dengan pemegang saham dan stakeholder. Kegagalan dalam aspek ini sering menjadi pemicu ketidakpercayaan dan potensi konflik hukum.
Tantangan yang dihadapi oleh direksi dan komisaris semakin kompleks, terlebih di era digital dan globalisasi. Mereka dituntut tidak hanya memahami hukum perusahaan, tetapi juga regulasi lintas sektor seperti perlindungan data, antikorupsi, hingga tanggung jawab sosial perusahaan. Oleh sebab itu, peningkatan kapasitas dan pelatihan reguler menjadi kebutuhan mutlak.
Pentingnya tanggung jawab ini bukan hanya untuk menghindari risiko hukum, tetapi juga sebagai pondasi untuk membangun perusahaan yang sehat, profesional, dan berkelanjutan. Perusahaan yang dipimpin oleh direksi dan komisaris yang kompeten dan berintegritas akan lebih dipercaya oleh investor, mitra, dan masyarakat luas.